<div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 14px;">SEDANG-9/7/2018 </span></div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 14px;">Umat Hindu di Bali memiliki keyakinan bahwa untuk menjaga keseimbangan alam, dapat dilakukan dengan menggelar upacara Bhuta yadnya yang disebut dengan caru. Berbagai jenis caru pun dipergunakan dengan kurban binatang sebagai sarana upakara, mulai dari caru eka sata, panca sata, panca sanak, panca kelud, dan balik sumpah. Asu Bang Bungkem terdiri dari kata Asu, Bang, dan Bungkem. Asu berarti anjing, sedangkan Bang berarti merah, dan Bungkem berarti diam. Jadi , Asu Bang Bungkem berarti Anjing yang berwarna merah pada badannya, namun moncong mulut dan ekornya berwarna hitam.</span></div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 14px;">Caru Panca Sanak merupakan caru yang dasarnya adalah panca sato, lalu ditambah dengan satu hewan lagi, yakni Asu Bang Bungkem yang ditempatkan di sebelah neriti (barat daya) khusus untuk caru Anjing Bang Bungkem merupakan simbol dari Bhuta Kala yang di bawah kekuasaan Dewa Rudra. Bahkan, dalam Lontar Bhama Kertih penggunaan Asu Bang Bungkem sebagai sarana utama dalam caru Panca Sanak maupun Caru Rsi Gana yang dimaksudkan untuk manyomya (menyeimbangkan) Bhuta Ulu Kuda yang tempatnya dalam pangider-ider di neriti atau barat daya agar kembali menjadi Sang Hyang Rudra. penggunaan Asu Bang Bungkem merupakan tetadahan (makanan) Bhuta Ulu Kuda. </span></div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 14px;">Disebut tetadahan karena dalam prakteknya manusia banyak memiliki keterbatasan untuk menciptakan alam yang harmonis, maka dipakailah penggantinya, yakni Asu Bang Bungkem. “Di sini manusia harus mengertitentang alam, bahwa bukan hanya manusia saja yang menikmati alam ini, melainkan ada makhluk lain, termasuk hewan dan tumbuhan. Kalau alam tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan bencana.Dalam upacara pacaruan, yang dipentingkan dari caru Asu Bang Bungkem adalah kepala yang masih melekat dengan kulitnya (belulang). Sedangkan dagingnya diolah menjadi urab barak, urab putih, sate calon sebanyak 33, dirangkai menjadi tiga tanding, berdasarkan Lontar Bhuta Yadnya.</span></div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 14px;">Dijumpai ditempat berbeda, Sekretaris Desa Sedang I Gusti Ngurah Suarnawa, S.Pd megatakan penggunaan asu belang bungkem sebagai sarana upacara sudah lumrah dilakoni sejak dulu, namun permasalahannya saat ini untuk mendapatkan asu belang bungkem sangatlah sulit, karena sudah jarang masyarakat yang memelihara anjng lokal (Bali), tuturnya.(005/KIMSDG)</span></div>
Makna Dari Caru Panca Kelud Menggunakan Asu (Anjing) Belang Bungkem
10 Jul 2018