<p dir="ltr" id="docs-internal-guid-a30b52ac-b72f-2af4-3215-6acbd841b5e4" style="line-height:1.2;margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">SEDANG 9 April 2018 - </span><span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Pura Dalem Solo merupakan pura yang berlokasi  di Desa Sedang, Abiansemal, Badung. Selain menyimpan berbagai misteri di balik keberadaannya, Pura ini juga merupakan cagar budaya. Meski hingga kini sejarah pasti keberadaan pura tersebut masih digali, namun keberadaanya sempat disinggung dalam Lontar Tattwa Catur Bhumi.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Dalam lontar yang dialihaksarakan oleh I Nyoman Sukada tersebut, keberadaan Pura Dalem Solo yang terkenal dengan tradisi tarian Sang Hyang Jarannya setiap sasih kelima, diduga kuat sebagai salah satu stana Ida Ratu Sakti.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Dalam lontar tersebut disebutkan, salah satu keturunan dari Majalangu atau Majapahit bergelar Ida Ratu Sakti bersama permaisuri Ida Ratu Ayu Mas Macaling. Keduanya mendalami tattwa kadyatmikan serta rajin melaksanakan Yoga Samadhi. Ida Ratu Sakti mendalami ajaran dharma, sementara Ida Ayu Mas Macaling mendalami kawisesan atau kesaktian, khususnya aji wegig.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Suatu hari, keduanya bertolak dari Majalangu diiringi para arya dan sejumlah prajurit menuju Nusa Panida. Di tepi pulau Nusa Panida, kemudian mencari tempat Yoga Samadhi. Tak lama kemudian, mereka bisa menemukan tempat yang suci dan bersiap melakukan pemujaan kepada Tuhan. Tempat tersebut bernama Puncak Mundi.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Di sana kemudian mereka membangun pasraman dan beryoga di atas batu besar.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Kira-kira enam sasih (enam bulan) Beliau berdiam di Puncak Mundi. Kemudian Beliau bertolak menuju pantai dan tiba di Desa Munduk Biyas. Sesampainya di sana, disambut oleh seluruh penduduk setempat, terutama Ki Bandesa Ngemban selaku pucuk pimpinan desa. Setelah sekian lama di sana, dibuatkan puri oleh penduduk selanjutnya dibuatkan pamrajan, sebagai tempat Ida Ratu Sakti menjalankan yoga, sehingga disebut Pamrajan Dalem.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Semenjak Beliau berdiam di sana, desa setempat selamat dan tak ada kesulitan, karena semua hama menghilang, sehingga sejahtera dan makmur seluruh Desa Munduk Biyas. Setelah sekian lama berdiam di Puri Munduk Biyas, timbullah keinginan Beliau untuk menuju Pulau Bali, karena sesuai petunjuk yang didapatkan ketika menjalankan yoga, banyak tempat suci di Bali yang representatif digunakan sebagai tempat beryoga.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Keinginan tersebut, oleh Ida ratu Sakti disampaikan kepada sang istri, namun Ida Ratu Ayu Mas Macaling tidak diizinkan ikut ke Bali dan agar tetap berdiam di puri, didampingi abdi dua orang bernama Ki Lenjar dan Ki Lenjir.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Singkat cerita, Ida Ratu Sakti sampai di Bali diiringi para Arya Majalangu dan Ki Bandesa, lanjut mendirikan pasraman di Munduk Guling. Setelah sekian lama di Munduk Guling, Beliau bertolak mencari tempat menuju arah barat laut hingga tiba di Pallawa Gambira (daerah Klungkung). Pergi dari sana, tibalah Beliau di tengah hutan yang ramai binatangnya. Ketika di sana, banyak arya yang mengabdi kepada Beliau, seperti Arya Sentong, Jelantik, Wang Bang, serta keturunan Dukuh Jumpungan yang  membuat tempat tinggal, bekerja keras, dan menanam palawija untuk penghidupan. Sebagai tempat tinggal Ida Ratu Sakti, dibangunkan puri dan pamrajan yang dinamakan ‘Puri Dalem Sala’.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Bertolak dari tempat tersebut, Beliau tinggal di persawahan yang banyak menjangan, sehingga diberi nama Tinjak Menjangan. Di tempat tersebut Ida Ratu Sakti melaksanakan Yoga Samadhi, di atas batu berbentuk gepeng, sementara Arya Sentong beryoga di dekat saluran irigasi, sedangkan Ki Bandesa menuju arah barat daya, di tengah hutan yang dihuni banyak kera. Semuanya menyatukan pikiran, mohon anugerah Tuhan.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Sementara itu, Arya Sentong tiba di sebuah tempat yang memiliki pembatas air atau bendung. Di tempat tersebut ditemukan bambu kuning. Di sebelah bambu kuning tersebut Beliau kemudian melaksanakan Yoga Samadhi. Tak terhitung berapa hari Beliau beryoga di sana hingga selesai. Beliau kemudian kembali ke tempat Ida Ratu Sakti di Tinjak Menjangan dan menyampaikan  bahwa dirinya mendapat anugerah.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Saat itu, Ida Ratu Sakti kemudian memberikan anugerah pula kepada Arya Sentong dan mengganti namanya menjadi I Gusti Ngurah Pacung karena mendapat keris di bendung, yang kemudian terkenal bernama Ki Gusti Ngurah Pacung.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Demikian pula Ki Bandesa menyampaikan mendapat anugerah, menemukan sebuah tempat seperti puri yang sangat sepi dan diberi petunjuk agar pergi dari sana. Tempat tersebut kemudian dinamakan Keraton/Kedaton saat ini. Semenjak itu, Ki Bandesa diganti namanya menjadi Ki Bandesa Sabeng Puri.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Ida Ratu Sakti di tempat tersebut kemudian mengumpulkan batu yang digunakan sebagai tempat tinggal dan membangun pura bernama Pura Paruman. Pergi dari Paruman, lanjut ke barat laut, ada sebuah sumur, airnya sangat suci. Di tempat tersebut Beliau bertapa. Batu tempat Beliau duduk digunakan menutup sumur, sehingga tempat tersebut bernama Pura Pusering Tasik. Dari Pusering Tasik, kemudian beliau menuju ke utara dan tiba di pedesaan yang ditumbuhi cempaka putih. Di sana Beliau beristirahat dan beryoga. Tempat tersebut bernama Jemeng, Pinge, Tuwa.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Bertolak dari sana menuju Sarwa Nadi, Tegeh, Angsri, Gunung Lebah, Penataran, Pucak Asah. Di sana tumbuh pohon mangga. Hutan tersebut dinamakan Alas Poh (hutan mangga). Di dekat tempat itu Beliau membuat permandian dinamakan Beji Tamansari. Di tempat tersebut Beliau memiliki sebuah batu untuk membersihkan diri yang berwarna hitam sebagian, dan merah sebagian, sehingga disebut Batu Saliwah. Banyak manfaatnya.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Diceritakan pula di Puri Dalem Sala, merebak hama atau wabah yang merusak sawah, tegalan, hingga sungai. Tempat tersebut kemudian ditumbuhi banyak pohon menjalar, sehingga dinamakan Alas Bun. Oleh karena itu, Ida Ratu Sakti yang tinggal di Pucak Asah kemudian diiring menuju Alas Bun. Semua penduduk menghaturkan sembah, segala macam makanan, dan canang. Usai Beliau melaksanakan Yoga Samadhi, bertapa, dan mempersembahkan upakara Panangluk Mrana (penolak bala), serta memperbaiki puri dan palinggih. Beliau tinggal di tempat tersebut cukup lama didampingi seluruh penduduk, sehingga tempat tersebut kembali subur, damai. Semuanya hormat kepada Beliau.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Saat Ida Ratu Sakti melaksanakan yadnya, Ida Dalem Majapahit memerintahkan Ida Dalem Jawa yang tinggal di Dalem Solo. Anak dari Dalem Solo, lanjut diminta memerintah Pulau Bali. Ternyata anak Dalem Solo lahir kembar buncing (putra-putri), kemudian diiringi I Rare Cili, Ki Janggal Mangsa, Ki Grombong Selem, Ki Macan Gading, Ki Tungtung Tangis, Bhuta Blego, Ratu Gede Bhima, Ki Jaran Nongklang, itulah yang mengiringi Dalem Solo.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Demikianlah Tattwaning Catur Bhumi, yang mengendalikan dan menguasai segala macam wabah. Jika taat, niscaya dunia akan selamat, panjang usia dunia. Selesai.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Oleh Nyoman Sukada, dikatakan, Pura Dalem Solo diduga kuat dahulu bernama Puri Dalem Sala. Namun seiring zaman, penyebutannya kemudian berubah menjadi Pura Dalem Solo. Termasuk berkaitan dengan keturunan Dalem Solo yang diminta memerintah Bali saat itu.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Di Pura Dalem Solo yang pujawalinya bertepatan dengan rahina Pagerwesi, terdapat sejumlah palinggih. Salah satu palinggih yang unik adalah palinggih Ratu Subandar yang berhias keramik kuno dan memiliki meru tumpang lima. Saat pujawali, biasanya dihias dengan lampion serta hiasan merah, layaknya sebuah pagoda. Sedangkan palinggih utamanya berupa candi. Sukada menyampaikan, candi merujuk kepada Candika, yakni salah satu gelar Dewi Durga.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">"Namun yang distanakan di dalamnya tentunya juga Dewa Siwa, karena keduanya tidak bisa dilepaskan," ujarnya.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Ia melanjutkan, sehubungan dulu masyarakat Bali mayoritas pertanian, maka ada juga palinggih Bedugul, Beraban, atau Ulun Suwi. Yang malinggih di ulun suwi adalah Sang Hyang Baka Bhumi. "Beliau yang memberikan kesejahteraan," jelasnya.</span></p> <p dir="ltr" style="line-height:1.2;margin-top:24pt;margin-bottom:24pt;text-align: justify;background-color:#ffffff;"> <span style="font-size:13pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre;white-space:pre-wrap;">Mengenai usia pura yang kini termasuk kategori kahyangan jagat tersebut, mantan Ketua PHDI Badung tersebut tak bisa memastikan. Namun, karena di sana terdapat sebuah candi, diperkirakan sudah ada semenjak abad ke-14.(005/KIMSDG)</span></p>
PURA DALEM SOLO, SITUS CAGAR BUDAYA DESA SEDANG
11 Apr 2018